Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
Opini

REUNI 212 BISA JADI KEKUATAN ELEKTORAL BARU

17
×

REUNI 212 BISA JADI KEKUATAN ELEKTORAL BARU

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

 

Dr. Ali Amran Tanjung

Reuni 212 tahun ini adalah pilihan sejarah: tetap menjadi gerakan jalanan, atau naik kelas menjadi kekuatan elektoral yang menentukan arah bangsa.

 

Example 300x600

 

Subuh belum sepenuhnya terbangun, ketika tersiar kabar rencana Reuni 212 tahun 2025 mulai beredar di linimasa. Seperti gema yang datang dari masa lampau, informasi itu memancing kembali ingatan jutaan orang pada pagi dingin di Monas sembilan tahun lalu—ketika lautan putih memenuhi ibu kota dan menggedor wajah politik Indonesia dengan cara paling santun.

Kini, hampir satu dekade berselang, pertanyaan yang sama kembali menggema: masihkah energi itu hidup, atau hanya tinggal legenda?

Di warung kopi, di grup WhatsApp keluarga, hingga ruang diskusi para aktivis, isu reuni tahun ini terasa berbeda. Ada kesadaran yang semakin kuat, bahwa aksi massa bukan lagi sekadar pernyataan moral. Ia adalah modal politik. Tetapi modal politik tidak akan bernilai bila tidak dikelola, tidak diarahkan, dan tidak disalurkan dalam struktur kekuasaan. Reuni 212, suka tidak suka, kembali menjadi cermin: apakah umat Islam siap naik kelas dari gelombang massa menjadi kekuatan elektoral?

Baca Juga :  Harapan Besar Presiden Prabowo Subianto kepada Brigjen Pol Purn Dr dr Antonius Ginting Untuk Bangun Taneh Karo Simalem

Gerakan 212 selama hampir satu dekade telah menunjukkan satu hal penting: umat Islam mampu menggerakkan massa dalam skala yang tidak dapat ditandingi kekuatan politik manapun. Jutaan orang berkumpul dari berbagai pelosok tanpa dibiayai pihak manapun.

Sayangnya kemampuan mobilisasi itu tidak otomatis berubah menjadi kekuatan elektoral. Contoh-contoh sebelumnya menunjukkan bahwa tanpa organisasi politik yang disiplin, energi aksi menjadi rentan hilang, diperebutkan, atau bahkan dikooptasi oleh kekuatan yang tidak pernah bersentuhan langsung dengan agenda umat.

Tahun 2025 sebenarnya menawarkan satu peluang baru sekaligus ancaman. Peluangnya: ada ruang bagi Reuni 212 untuk menegaskan kembali peran politik umat dengan mereposisi diri sebagai gerakan moral sekaligus gerakan elektoral yang rasional. Ancamannya: jika reuni hanya menjadi ritual nostalgia, ia akan tenggelam sebagai simbol tanpa efek politik yang berarti. Padahal dinamika politik saat ini menunjukkan bahwa blok pemilih Islam masih merupakan king maker potensial—asal mampu berbicara dalam satu suara strategis.

Alhasil, kunci utamanya “bagaimana?” mengkonversi aksi menjadi struktur politik. Reuni 212 harus melampaui euforia massa dan mulai merumuskan roadmap elektoral yang jelas. Tiga syarat minimalnya:

Baca Juga :  Jakarta Diteror Banjir, Pramono Siaga Penanganan dan Solusi

Pertama, menyusun agenda bersama. Gerakan umat butuh platform politik yang tidak lentur terhadap tekanan kekuasaan: keadilan hukum, keberpihakan ekonomi, pembelaan terhadap isu-isu moral publik, serta penguatan posisi ulama dalam proses politik.

Kedua, membangun kepemimpinan kolektif. Ketergantungan pada figur tunggal tidak lagi memadai. Umat membutuhkan kepemimpinan syura yang mampu menjaga arah gerakan dari kooptasi penguasa atau kepentingan jangka pendek.

Ketiga, menyiapkan kanal elektoral. Mobilisasi tanpa kanal politik ibarat air besar tanpa wadah: menggelegar namun tidak membentuk arus. Kanal ini bisa berupa koalisi isu lintas partai, poros baru politik umat, atau semacam konfederasi parpol Islam yang disiplin dan terukur.

Dalam konteks ini, Reuni 212 selain bisa menjadi arena konsolidasi dan silaturahmi spiritual, juga momen pengambilan keputusan strategis. Arah yang dipilih akan menentukan apakah gerakan 212 memasuki fase kematangan politik, atau kembali menjadi gelombang besar yang menguap tanpa jejak elektoral.

Publik Islam berharap Reuni 212 2025 tak boleh lagi menjadi sekadar seremoni mengenang masa lalu. Ia harus menjadi ujian kedewasaan politik. Apakah umat masih ingin berdiri di pinggir arena politik, atau mulai masuk ke gelanggang dan menjadi pemain utama?

Baca Juga :  MUSUH TAK TERLIHAT DIBALIK BANJIR'

Kini, ketika persiapan reuni semakin terasa, sebagian aktivis mulai berbicara lebih serius. “Kita tidak punya banyak peluang seperti ini,” ujar seorang aktifis di Sumatera Utara yang sejak awal ikut terlibat dalam aksi 212. “Kalau tahun ini umat tidak menata diri, energi kita akan habis sebagai cerita, bukan sebagai kekuatan,” imbuhnya.

Jika Reuni 212 2025 mampu mengartikulasikan gagasan, membangun jaringan, dan memetakan kekuatan politik umat, maka ini bisa menjadi tonggak baru kebangkitan politik Islam di Indonesia. Tetapi bila hanya berhenti pada kerumunan, maka umat kembali melewatkan kesempatan emas untuk mengubah potensi menjadi pengaruh nyata.

Reuni 212 tahun ini adalah pilihan sejarah: tetap menjadi gerakan jalanan, atau naik kelas menjadi kekuatan elektoral yang menentukan arah bangsa.

Penulis Wakil Ketua Umum DPP Partai Bulan Bintang

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *